Halaman

27 Aug 2011

CINTA YANG SEBENAR MELALUI KEHIDUPAN RASULULLAH S.A.W




Pagi itu, walaupun langit telah mulai menguning, burung-burung gurun enggan mengepakkan sayap, Rasul SAW dengan suara terbatas memberikan khutbah,

"Wahai umatku, kita semua ada dalam kekuasaan Allah dan cinta kasih-Nya. Maka taati dan bertakwalah kpd-Nya. Kuwariskan dua perkara pd kalian, Al-Qur'anul Karim dan sunnahku. Barangsiapa mencintai sunnahku, berarti mencintai aku dan kelak org-org yg mencintaiku akan msk surga bersama-sama aku".

Khutbah singkat itu diakhiri dengan pandangan mata Rasul SAW yg tenang dan penuh kasih menatap sahabatnya satu per satu.

Abu Bakar r.a. menatap mata itu dengan berkaca-kaca, Umar r.a.dadanya bergemuruh, naik turun menahan tangisnya, Usman r.a. menghela nafas panjang, dan Ali r.a. menundukkan kepalanya dalam-dalam. Isyarat itu telah datang, saatnya sudah tiba. "Rasulullah akan meninggalkan kita semua" keluh hati semua sahabat di dunia.

Tanda-tanda itu semakin kuat, tatkala Ali dan Fadhal dengan cergas menangkap Rasul SAW yg berkeadaan lemah dan goyah ketika turun dari mimbar.

Di saat itu, kalau mampu, seluruh sahabat yg hadir di sana pasti akan menahan detik-detik berlalu. Matahari kian tinggi, tapi pintu rumah Rasul SAW masih tertutup.

Sedang di dalamnya, Rasul SAW sedang terbaring lemah dengan keningnya yg berkeringat dan membasahi pelepah kurma yg mjadi alas tidurnya.

Tiba-tiba dari luar pintu terdengar seorang yang berseru mengucapkan salam.
'Bolehkah saya masuk?' tanyanya.

Tapi Fatimah tidak mengizinkannya masuk, 'Maafkanlah, ayahku sedang demam', kata Fatimah yang membalikkan badan dan menutup pintu.

Kemudian ia kembali menemani ayahnya yang ternyata sudah membuka mata dan bertanya pada Fatimah, 'Siapakah itu wahai anakku?'

'Tak tahulah ayahku, orang sepertinya baru sekali ini aku melihatnya,' tutur Fatimah lembut.

Lalu, Rasulullah menatap puterinya itu dengan pandangan yang menggetarkan.
Seolah-olah bahagian demi bahagian wajah anaknya itu hendak dikenang.

'Ketahuilah, dialah yang menghapuskan kenikmatan sementara, dialah yang memisahkan pertemuan di dunia. Dialah malaikatul maut,' kata Rasulullah, Fatimah pun menahan ledakkan tangisnya.

Malaikat maut datang menghampiri, tapi Rasulullah menanyakan kenapa Jibril tidak ikut sama menyertainya. Kemudian dipanggilah Jibril yang sebelumnya sudah bersiap di atas langit dunia menyambut ruh kekasih Allah dan penghulu dunia ini.

'Jibril, jelaskan apa hakku nanti di hadapan Allah?', tanya Rasululllah dengan suara yang amat lemah.

'Pintu-pintu langit telah terbuka, para malaikat telah menanti ruhmu.' Semua syurga terbuka lebar menanti kedatanganmu,' kata Jibril.

Tapi itu ternyata tidak membuatkan Rasulullah lega, matanya masih penuh kecemasan.

'Engkau tidak senang mendengar khabar ini?', tanya Jibril lagi.

'Khabarkan kepadaku bagaimana nasib umatku kelak?'

'Jangan khawatir, wahai Rasul ! Allah, aku pernah mendengar Allah berfirman kepadaku: 'Kuharamkan syurga bagi siapa saja, kecuali umat Muhammad telah berada di dalamnya,' kata Jibril.

Detik-detik semakin dekat, saatnya Izrail melakukan tugas. Perlahan ruh Rasulullah ditarik...


Nampak seluruh tubuh Rasulullah bersimbah peluh, urat-urat lehernya menegang. 'Jibril, betapa sakit sakaratul maut ini.'

Perlahan Rasulullah mengaduh. Fatimah terpejam, Ali yang disampingnya menunduk semakin dalam dan Jibril memalingkan muka.

'Jijikkah kau melihatku, hingga kau palingkan wajahmu Jibril?' Tanya Rasulullah pada Malaikat pengantar wahyu itu.

'Siapakah yang sanggup, melihat kekasih Allah direnggut ajal,' kata Jibril.

Sebentar kemudian terdengar Rasulullah mengaduh, karena sakit yang tidak tertahankan lagi. 'Ya Allah, dahsyat nian maut ini, timpakan saja semua siksa maut ini kepadaku, jangan pada umatku.'

Badan Rasulullah mulai dingin, kaki dan dadanya sudah tidak bergerak lagi. Bibirnya bergetar seakan hendak membisikkan sesuatu, ! Ali segera mendekatkan telinganya.

'Uushiikum bis shalati, wa maa malakat aimanuku'
'Peliharalah shalat dan peliharalah orang-orang lemah di antaramu.'

Diluar pintu tangis mulai terdengar bersahutan, sahabat saling berpelukan. Fatimah menutupkan tangan di wajahnya, dan Ali kembali mendekatkan telinganya ke bibir Rasulullah yang mulai kebiruan.

'Ummatii,ummatii,ummatiii?' - 'Umatku, umatku, umatku'


Dan, berakhirlah hidup manusia mulia yang memberi sinaran itu...

Kini, mampukah kita mencintai sepertinya? Betapa cintanya Rasulullah kepada kita..

Berselawatlah ke atasnya :

"Allahumma sholli 'ala Muhammad wa baarik wa salim 'alaihi "
Sebarkan riwayat ini jika kalian mencintai Rasulullah SAW…

No comments:

Post a Comment